-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sai Dalam Kepingan Sejarah Bima

Jumat, 06 September 2019 | September 06, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-09-13T20:55:24Z


Sai dalam bahasa Indoniesia berarti mampir atau singgah. Sesuai namanya, Sai sejak dulu menjadi tempat persinggahan para musafir, pelaut, pedagang dan bahkan utusan kerajaan kerajaan besar Nusantara. Singgah dalam konteks masa lalu tidak seperti singgah pada masa sekarang. Singgah pada masa lalu memakan waktu cukup lama yaitu bertahun tahun karena menunggu angjn musim dan mengisi peebekalan. 

Potensi di pesisir utara Bima mulai dari Bajo, Sarita, Punti, Sowa, Kananta,  Sai dan Sampungu sangat memungkinkan bagi para musafir untuk singgah. Di sini banyak Mada Oi Caba atau titik mata air tawar di pinggir laut. Para musafir singgah untuk mengisi perbekalan terutama air bersih dan bahan makanan.

Wadu Pa" a menjadi saksi dan bukti sejarah persinggahan para musafir dan bertemunya peradaban dan agama di Bima. Candi tebing ini mengandung unsur Budha dan Siwa. Tentunya para penganut agama itu di masa lalu telah singgah dan memahat relief  candi serta membuat stupa stupa sebagai tempat peribadatan mereka. Lekukan teluk mungil di sepanjang  sisi barat hingga utara teluk Bima sangat memungkinkan untuk mereka singgah dan bahkan memmbentuk perkampungan..Hal ini membuktikan bahwa akulturasi budaya dan agama telah lama terjalin di Sai dan sekitarnya. 

Kusnadi, SH, M.Hum mengemukakan bahwa sekitar tahun 60 an masih banyak para pelaut yang mampir di Sai mengisi perbekalan. Seiring  kemajuan peradaban, perahu layar semakin berkurang. Perahu mesin sudah mulai marak digunakan, tehnologi kelautan semakin berkembang,  para pelaut yang singgah di Sai mulai berkurang. 

Keyakinan hindu pun masih melekat di masyarakat Sai hingga  era tahun 1950 an. Namun kini seiring gencarnya syiar islam, masyarakat Sai sudah meninggalkan tradisi Dewa atau minta hujan, Toho Dore( sesembahan), termasuk membawa sesajian ke Wadu Pa'a untuk nazar." Semua itu telah ditinggalkan" Kata Kusnadi saat diskusi budaya bersama Makembo dan komunitas Gempa di pantai Sai sabtu malam( 29/6/2019).

Di Sai masih terdapat dua titik Mata Air yang sudah berabad abad digunakan. Mada Oi Sai atau Mada Oi Tembo. Dinamakan Mada Oi Tembo karena sudah ditembok dan dibuatkan bak seperti kolam di dua mata air itu. Mada Oi Sai inilah sejak dulu menjadi tempat singgah para musafir sejak dulu. Lokasinya sekitar 100 meter dari bibir pantai. 

Ada keyakinan turun temurun Di Sai jika seorang jejaka atau gadis mandi di Mata air itu, maka dia akan mendapatkan jodoh di desa Sai.

Soromandi, dengan hamparannya yang indah. Perpaduan laut dan gunung..Membentuk lekukan teluk mungil adalah poros pertemuan perabadan, budaya dan agama di Sunda Kecil dan Nusantara. Sai telah memberikan andil besar dalam perjalanan sejarah Bima mulai dari masa pra sejarah, masa kerajaan,kesultanan hingga kini.

( Refleksi Hari Jadi Bima ke 379)
Oleh : Alan Malingi
×
Berita Terbaru Update