Dampak dari masa pandemi seperti sekarang ini begitu terasa bagi kami sebagai tenaga pendidik. Salah satunya adalah ketika mengetahui banyaknya siswa yang “kehilangan memori” hafalan perkalian. Hal ini terjadi karena intensitas BDR(Belajar Dari Rumah) yang sedikit dan tidak optimal. Ini merupakan sebuah masalah besar bagi seorang pendidik di sekolah dasar. Tentu saja akan menjadi sebuah perkara yang lebih serius bila hal ini masih ditemukan pada siswa-siswa di kelas tinggi. Ironis memang, tapi ini adalah sebuah fenomena yang menimpa banyak guru. Kejadian ini mungkin saja tidak hanya dialami oleh rekan-rekan guru di wilayah pedesaan seperti kami, tetapi juga di wilayah perkotaan.
Bagaimana mungkin seorang guru membelajarkan mereka dengan materi seperti Faktor Persekutuan Terbesar(FPB), Kelipatan Persekutuan terkecil(KPK), bilangan berpangkat, hitung campuran yang melibatkan operasi perkalian dan pembagian, dan materi lainnya jika saja kemampuan prasayaratnya tidak mereka kuasai. Muatan pelajaran matematika menekankan pada konsep. Konsep yang telah diberikan akan mempengaruhi belajar siswa pada konsep selanjutnya. Materi atau konsep-konsep dan langkah pembelajaran Matematika di sekolah dasar disusun secara sistematis dan teratur yang disajikan dengan struktur yang jelas dan disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Materi pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Hal ini mengandung makna bahwa pada pertemuan tersebut, penanaman konsep sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. Dengan kata lain, dalam belajar matematika tidak boleh ada langkah/tahapan konsep yang dilewati.
Menyadari akan hal itu, Sebagai guru kita perlu secepatnya melakukan suatu tindakan nyata untuk segera mengatasi masalah tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan mental dan kemapuan siswa untuk beradaptasi dengan pembelajaran yang lebih kompleks sudah menunggu di depan mata. Dari banyak pengalaman yang ada. Banyak di antara guru yang mengalami rasa“putus asa” dan memilih membelajarkan siswa dengan apa adanya. Pada akhirnya, siswa pengutang kompetensi dan output yang tidak standart terpaksa dinaikkan ke kelas berikutnya atau diluluskan dengan berbagai macam alasan. Tentu hal ini perlu kita hindari.
Perlu dipahami bahwa, menfasilitas siswa untuk mengahafal perkalian sudah menjadi tugas dan rutinitas guru sejak konsep ini diajarkan secara formal pada siswa kelas dua sekolah dasar. Metode yang paling sering dilakukan guru adalah dengan menggunakan daftar perkalian dan siswa diminta untuk mengahafalnya. Hal ini terlihat sederhana, tetapi sejatinya membuat siswa tidak nyaman karena biasanya guru memberikan tenggat waktu yang cukup singkat. Salah satu ketidaknyamanan itu terjadi pada saat proses penyetoran hafalan di depan kelas. Hal ini adalah bagian yang paling ditakuti siswa dari serangkaian usaha yang telah dilakukannya.
Tentu hal tersebut tidaklah semuanya salah, hanya saja akan menjadi tidak efisien ketika pada proses pembelajaran yang melibatkan perkalian, guru masih mendapati siswa yang menjawab dengan memulai menghafalnya perkalian dari awal. Untuk menghindari hal tersebut siswa perlu dilatih untuk membangun kepekaan terhadap bilangan yang lebih baik lagi. Siswa yang memiliki kepekaan bilangan yang baik akan langsung menjawabnya tanpa berpikir yang terlalu lama. Guru harus memastikan semua siswanya memiliki kepekaan bilangan yang baik sebagai syarat efisiennya sebuah pembalajaran berikutnya. Guru perlu memikirkan metode alternatif yang lebih menyenangkan bagi siswa tanpa adanya tekanan psikis dan ketidaknyamanan yang menimpa mereka.
Dalam mengatasi hal ini, penulis telah menemukan sebuah strategi yang menyenangkan dengan mencoba membangun kepekaan bilangan yang baik bagi siswa. Memulai strategi ini, guru perlu menjakukan pertanyaan-pertanyaan lisan tentang hasil dari beberapa perkalian dua bilangan secara klasikal. Misalnya guru mengajukan pertanyaan, berapakan hasil perkalian antara 2x8, 5x8, dan seterusnya. Siswa diminta untuk menjawabnya. Metode “lama” ini sengaja digunakan untuk memetakan seberapa banyak siswa yang memiliki kecakapan awal tentang perkalian.
Strategi selanjutnya, guru mulai memperlihatkan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan bilangan-bilangan dari hasil sebuah perkalian tertentu. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sebelumnya. Guru menfasilitasi siswa dengan menyiapkan sepuluh lembar kertas yang masing-masing bertuliskan hasil perkalian dua dengan bilangan satu sampai sepuluh. Kertas-kertas tersebut disusun secara acak. Sebagai contoh guru mulai memperlihatkan bilangan pertama semisal 20. Siswa dimunta untuk menjawab, bahwa bilangan 20 merupakan hasil perkalian berapa? Tentu saja siswa yang paling peka, akan menjawabnya dengan 2x10. Secara kontinyu guru menyajikan bilangan-bilangan berikutnya dan siswa diminta menjawab dengan cepat.
Kegiatan ini secara alamiah akan memicu siswa untuk berpikir lebih cepat dari teman-temannya yang lain. Setiap jawaban yang benar tentu saja akan diberikan pujian dan hadiah berupa kata-kata seperti “amazing”, “good answer”. “good job” dan seterusnya. Penguatan gestural, diberikan dalam bentuk mimik, gerakan badan atau anggota badan yang memberikan kesan positif terhadap siswa dapat mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu menjadi tingkah laku belajar yang produktif. Hal ini akan membuat siswa semakin termotivasi untuk memperkuat ingatannya supaya dapat memberikan jawaban yang benar. Kegiatan ini terus dilakukan sampai dinyatakan berhasil pada perkalian sepuluh. Peran guru perlu berkembang dari sekedar pengajar atau fasilitator menjadi pembangkit belajar, pemicu berpikir, dan pemberi scafollding. Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Salah satu kekuatan penggerak tersebut berasal dari guru. Motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah mendapatkan informasi dan arahan yang benar dari guru.
Dalam proses pelaksanannya tentu saja tidak semua siswa akan berhasil secara bersamaan. Siswa yang berkemampuan rendah akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada siswa yang berkemampuan tinggi. Untuk mengakomodirnya, guru perlu memisahkan siswa yang berkemampuan rendah ke dalam beberapa kelompok sesuai kapasitas perkalian yang dihafalnya. Pada strategi ini guru meminta siswa yang berkemampuan tinggi untuk menjadi tutor sebaya bagi siswa yang berkemampuan rendah. Siswa berkemampuan atas akan menjadi agen yang bertanggung jawab terhadap perkembangan belajar siswa yang berkemampuan rendah. Dalam pembelajaran kooperatif masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tanggung jawab atas keberhasilan anggotanya. Belajar kelompok dalam proses belajar memberikan banyak keuntungan pada siswa. Siswa yang berkemampuan yang lebih rendah akan bisa mencapai potensi optimal belajarnya apabila mendapat bantuan orang yang lebih mahir darinya. Orang yang lebih mahir yang dimaksudkan bisa jadi guru atau siswa yang memiliki pengalaman lebih banyak. Strategi ini akan dihentikan oleh guru apabila semua siswa sudah dinyatakan berhasil secara bersama-sama.
Yang menarik dari strategi ini adalah membuat siswa menjadi lebih kreatif. Siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan jawaban sebanyak-banyaknya yang mungkin, asalkan jawaban tersebut logis dan rasional. Kegiatan siswa untuk menjawab permasalahan dengan banyak cara, mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Ketika siswa dihadapkan dengan bilangan hasil perkalian empat maka pada bilangan 24, siswa secara refleks akan memberikan jawaban beragam yang memungkinkan seperti, 6x4, 3x8. Begitu pula dengan bilangan-bilangan lain yang memiliki faktor yang lebih dari satu, siswa dapat memberikan jawaban yang lebih dari satu. Keuntungan lainya yang didapatkan adalah guru akan semakin mudah membelajarkan siswa pada materi FPB dan KPK.
Strategi ini akan sangat disarankan bagi guru yang memiliki permasalahan yang sama. Dalam pelaksanaannya diperlukan kesabaran dan ketelatenan guru untuk tetap konsisten menjalankannya. Pada akhir tulisan ini, penulis menitipkan pesan bahwasanya pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memastikan rasa nyaman dan menyenangkan bagi siswa. Semoga strategi ini bermanfaat bagi kita semua. Salam sukses untuk kita semua.
Oleh Ruslin HMS, M.Pd*
(Persembahan Anak Negeri untuk Ibu Pertiwi di Hari Istimewamu, 17 Agustus 2020)
Profil Penulis :
- Guru Berprestasi Kab. Bima(2010)
- Fasilitator Daerah Program Inovasi Kab. Bima
- Instruktur Bimtek KKG Dinas Dikbudpora Kab. Bima
- Dosen PGSD STKIP Taman Siswa Bima
- Guru SDN 2 Tente.