Ada sesuatu yang bergeser dari kalimat kemitraan.
Kemitraan yang dimaksud didalam kerjasama antara kedua belah pihak nampaknya mengarah kepada yang menjadikan wartawan itu jadi jorok.
Memang ini tidak untuk semua wartawan, tetapi ada sebagian wartawan yang melakukan itu. Bila itu yang terjadi, maka rugilah masyarakat atas persekongkolan antara wartawan dan pihak tertentu.
Kenapa saya katakan seperti itu ? terkadang wartawan meminta informasi terkait sesuatu secara seragam, kemudian memberitakannya secara seragam tanpa melakukan cek dan ricek dilapangan, tanpa melakukan konfirmasi kepada sumber-sumber yang kompeten tetapi dimuatnya berita itu sesuai selera dan keinginan dari pihak tertentu. Ini yang pertama.
Lalu kemudian ada kalanya wartawan hanya menerima realise secara hitam putih tanpa dilengkapi konfirmasi, tanpa cek dan ricek kepada sumber atau kepada pihak-pihak yang bersangkutpaut dengan informasi yang akan diberitakan artinya dalam posisi itu wartawan sudah bertindak sebagai corong dari pihak tertentu.
Yang terakhir, ini yang lebih dahsat ada nya sekelompok wartawan yang bekerjasama dalam perkolusian untuk mendiamkan sebuah peristiwa, sehingga peristiwa itu tidak menjadi yang seharusnya dikonsumsi oleh publik untuk dibaca oleh masyarakat melalui media tempat wartawan itu mengabdikan profesinya. Ini yang sering terjadi sekarang ini !.
Dan jika ini terjadi, dan memang ini terjadi sekarang ini. Apa implikasinya terhadap Kemerdekaan PERS ??.
Kita pasti menyadari didalam pasal 4 Undang-undang no.40 tahun 1999, kemerdekaan pers itu merupakan hak Asasi dari masyarakat, hak Asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diletakkan menjadi kewenangan.
Seorang wartawan untuk melakukan perburuan informasi, untuk melakukan pencarian informasi, pengadaan informasi kemudian menyajikannya kepada publik. Dan apa bila ada pihak yang dengan sengaja mencoba menghalang-halangi kewenangan wartawan yang merupakan hak asasi dari wartawan tersebut diganjal dengan pasal 18 UU no. 40 tahun 1999. Dan ini berlaku untuk wartawan yang menyembunyikan informasi.
Kita lihat pada pasal 6 Kode Etik Jurnalis berbunyi, wartawan indonesia tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi. Dalam penjelasan pada pasal tersebut, suap adalah segala pemberian baik berupa uang maupun berupa benda yang mempengaruhi independensi wartawan.
Lantas apa yang dimaksud independen ?. Indepensi ada pada pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, Wartawan Indonesia bersikap independen, menulis berita secara akurat, berimbang dan tidak beritikat buruk. Independen dimaksud adalah kewenangan wartawan menaikkan, menyiarkan berita tidak dipengaruhi tekanan dari pihak manapun.
Jadi bila wartawan telah bersekongkol melakukan penyembunyian informasi untuk tidak diberitakan kepada publik dan dia menerima imbalan pantas dianggap, pantas diduga telah melanggar pasal 6 Kode Etik Jurnalistik dan pasal 18 undang-undang PERS.
Jadi disini kita menyadari untuk menjadi seorang wartawan harus butuh tekat dan keberanian. Ada wartawan yang dengan cara sederhana dan mengatakan "kalau saya tidak bekerjasana dengan mereka dari mana saya makan, dari mana saya dapat uang, saya kan tidak punya gaji ?". Itu tidak menjadi masalah jangan dan tidak boleh dihubung-hubungkan. Yang jelas ini kewenangan wartawan. Kewenangan wartawan untuk berburu informasi demi kebutuhan publik.
Dan apabila wartawan tidak melakukan kewenangannya sementara dia tahu dan sengaja menyembunyikan informasi atas persekongkolan dan dia menerima imbalan dari itu, itu bisa dipidana dengan pidana pasal 18 undang-undang PERS. Perbuatan menyembunyikan informasi merupakan pelanggaran Kode Etik yang sangat serius karna diduga menerima suap.
Untuk itu dimanapun berada yang menyadari dirinya wartawan camkanlah dalan hati anda, bahwa menjadi wartawan itu tidak gampang, tidak mudah. Membutuhkan perjuangan, membutuhkan keberanian dan membutuhkan kejujuran.
Penulis : Aminudin salah satu Pendiri Media Ungkap Group dan Ketua FPII Provinsi Lampung.